Jumat, 07 Januari 2011

Membangun Brand, Membangun Janji Suci


Apa jadinya sebuah orang tercipta tanpa nama? Karena itu, berikanlah "nama" pada produk kita. Dan, jadikan "nama" itu sebagai sebuah janji yang harus ditepati.
Meski terdengar klise dan menjadi hal yang sudah diketahui oleh banyak orang, tapi membangun brand masih saja menjadi sesuatu yang kadang sulit dilakukan. Padahal, dengan membangun brand, berarti membangun "keabadian".

Cobalah cari jawaban atas pertanyaan berikut ini. Apa yang identik dengan motor besar? Apa yang dicari ketika ingin mendapat sepatu dan alat olahraga berkelas? Dengan cepat, orang akan segera menjawab Harley Davidson dan Nike untuk kedua pertanyaan tersebut.

Namun, cobalah tanya, apa yang ada di benak saat menyebut nama fastfood atau makanan cepat saji? McDonald, Kentucky Fried Chicken, Burger King, A&W, manakah yang keluar di benak Anda kali pertama? Dengan masing-masing merek berbeda tapi pada satu lini produk yang sama saja, kadang mengundang "kebingungan" tersendiri. Karena itu, setiap produk, haruslah memiliki "nama" yang tak bisa tergantikan. Termasuk, produk dari usaha yang baru berkembang sekali pun. Untuk itu, menjadi yang pertama, yang terbaik, yang unik, memang menjadi sebuah kekuatan dan daya tawar untuk membangun brand. Tapi, cukupkah itu?

Kevin Roberts, CEO dari biro iklan Saatchi & Saatchi Worldwide dalam bukunya Lovemarks: The Future Beyond Brands, menegaskan, "Membuat brand haruslah mampu menciptakan suatu 'nama' yang tak tergantikan, dan itu bisa dilakukan dengan pendekatan emosional, misteri (rasa penasaran), sensualitas, dan kedekatan (keintiman)." Ia juga mengingatkan, bahwa ini sangat vital untuk usaha yang baru bertumbuh, sebab kekuatan untuk berinvestasi pada promosi masih belum sekuat perusahaan besar.

Bagaimana caranya? CEO Austin dan Idea City, Spence menyarankan satu hal utama: "Setiap bisnis yang berkembang harus bisa menjawab bagaimana caranya meningkatkan standar hidup pelanggan." Untuk itu, brand haruslah mengandung 'janji suci' yang bisa menjawab harapan konsumen. Spence memisalkan, Walmart, yang identik dengan belanja yang hemat. Ini misalnya sepadan juga dengan AirAsia, yang kini identik dengan penerbangan berharga terjangkau. "Janji suci" kedua perusahaan itulah yang membuat orang hingga kini masih menjadi pelanggan setia kedua perusahaan tersebut.

Lebih jauh, untuk pebisnis pemula, Spence menyarankan, kita bisa mencari brand yang pas dan tepat dengan cara bertanya kembali, apa tujuan semula mendirikan usaha? Apa saja ceruk yang bisa diisi dengan produk usaha kita, apa saja kebutuhan yang bisa dicukupi oleh produk kita, dan apa hal unik yang bisa kita tawarkan pada konsumen?

Untuk mengetahui dan menggali apa saja yang bisa kita jadikan "janji suci" dalam brand kita, Spence menganjurkan bertanya pada orang-orang yang jujur di sekitar. Misalnya lima orang karyawan dan lima orang pelanggan tetap. Lantas, pertanyakan kepada mereka, apa yang masih bisa ditingkatkan, apa yang menurut Anda telah dilakukan perusahaan lebih baik dibanding pesaing lainnya?

Jika sudah mendapatkan poin penting yang bisa dipilih sebagai "janji suci" tersebut, jadikan itu sebagai pegangan untuk membesarkan usaha. Namun, harus diingat, "janji suci" ini bukan sembarang janji. Brand yang sudah memiliki "janji suci" haruslah mampu memenuhi janji tersebut. Sebab, menurut Stan Richards dari The Richards Group Advertising Firm, sekali melanggar janji, konsumen akan kecewa dan sulit kembali lagi.

Untuk itu, Scott Gladstein dari perusahaan konsultan strategi produk, Imperatives LLC, menyebutkan lima tips untuk membangun brand agar sesuai dengan "janji suci."

Temukan alasan konsumen untuk memercayai produk kita
Brand kita akan sia-sia belaka jika janji yang diberikan tidak dipercayai konsumen. Karena itu, janji yang diungkapkan, harus didukung dengan alasan-alasan yang tepat.

Temukan nilai-nilai yang dicari konsumen
Sebuah produk pasti memiliki hal yang bisa "diarahkan" untuk menjawab kebutuhan konsumen. Karena itu, sebelum menentukan brand yang akan dikomunikasikan, cobalah untuk mengetahui "selera" pasar yang dituju.

Tentukan nilai yang paling berpengaruh
Dari sekian banyak nilai yang dipercaya konsumen terhadap produk kita, pastilah ada satu atau dua nilai yang paling memengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Nilai tersebut bisa sangat bernilai emosional, bisa pula sangat dekat dengan kebutuhan konsumen.

Rancang pengalaman tak terlupakan dari nilai tersebut
Ini berkaitan dengan apa yang akan kita "sampaikan" kepada konsumen tentang "janji suci" tersebut. Dengan memaksimalkan nilai-nilai yang ada, akan menciptakan hubungan yang bisa "mengikat" konsumen.

Selaraskan semua unsur organisasi usaha untuk memaksimalkan nilai tersebut
Konsistensi "janji suci" dengan pengalaman yang diberikan oleh semua lini dalam perusahaan, mulai dari customer service hingga pemilik perusahaan sendiri akan memberikan nilai yang mudah diingat konsumen.

Dengan begitu, semua yang terlibat dalam usaha kita tahu persis apa yang harus disampaikan kepada konsumen, dari cara bicara, tutur kata saat melayani, hingga layanan purna jualnya. Semakin kita bisa memenuhi "janji suci" produk, makin kuat brand kita, makin langgeng pula kita sebagai sebuah perusahaan. Dan, bukan mustahil, usaha yang tadinya berawal dari garasi rumah, akan jadi perusahaan berkelas dunia... Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar