Sabtu, 06 November 2010

Mintalah, Anda Tidak Akan Rugi Apapun…

Mintalah, Anda Tidak Akan Rugi Apapun…

Dengan “Meminta” Anda tidak rugi apapun bahkan mungkin Anda akan UNTUNG karena meminta. Tapi banyak dari Anda takut “Meminta” karena Anda takut kelihatan butuh, takut kelihatan bodoh dan takut kelihatan konyol. Sebagian dari Anda takut mengalami penolakan. Anda sesungguhnya takut mendengar kata TIDAK. Tanpa disadari Anda sebenarnya telah menolak diri sendiri, Anda sudah mengatakan TIDAK pada diri sendiri bahkan sebelum orang lain sempat melakukannya. Anda telah merintangi diri sendiri…
Meminta adalah salah satu prinsip sukses yang paling efektif. Sejarah telah membuktikan banyak orang sukses meraih keuntungan dan kekayaan yang menakjubkan hanya dengan memintanya.
Meminta, jangan beranggapan Anda akan ditolak. Ambil resiko untuk meminta apapun yang Anda perlukan dan inginkan. Jika Anda mengalami penolakan, keaadaan Anda tidak lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Jika per-mintaan Anda dikabulkan maka keadaan Anda jauh lebih baik…
Ada beberapa tips singkat yang bisa membantu Anda untuk berani memulai “meminta”:
  1. Mintalah seolah-olah Anda akan mendapatkannya. Mintalah dengan harapan positif, mintalah dari tempat di mana Anda sudah diberi hal itu. Mintalah seolah Anda mendapat jawaban “YA”.
  2. Anggaplah Anda bisa. Jangan memulai dengan anggapan Anda tidak bisa memperolehnya. Anggaplah bahwa Anda bisa memperoleh kenaikan gaji, bahwa Anda bisa memperoleh harga yang rendah, dsb. Jangan pernah beranggapan yang bisa merugikan diri sendiri.
  3. Mintalah kepada seseorang yang bisa memberikannya kepada Anda. Cari orang yang tepat untuk dimintai. “Kepada siapa saya harus berbicara untuk mendapatkan…”, “Siapa yang berwenang membuat keputusan tentang…”, “Apa yang harus saya lakukan untuk memperoleh…” Carilah orang yang tepat…
  4. Mintalah yang jelas, terukur dan spesifik. Permintaan yang tidak jelas akan memberikan hasil yang tidak jelas juga. Permintaan Anda harus jelas dan spesifik.
    Jangan mengatakan:  Saya minta kenaikan gaji…
    Mintalah: Saya minta kenaikan gaji 1jt per-bulan..
    Berikan waktu dan jam yang spesifik. Mis, Aku ingin makan malam dan nonton difilm bersamamu pada Malam Minggu. Kau bisa?
  5. Mintalah berulang kali. Gunakan strategi anak kecil ketika meminta, berulang-ulang… Jurus meminta paling ampuh, berulang-ulang… artinya kegigihan dan pantang menyerah. Mengapa? Karena ketika Anda terus meminta, bahkan kepada orang yang sama berulang kali, Anda mungkin akan mendapat jawaban “Ya”. Penyebab Anda mendapatkan jawaban “Ya” mungkin karena:
    - Anda meminta pada hari yang lain
    - Suasana hati yang diminta jauh lebih baik
    - Anda punya data baru
    - Setelah Anda membuktikan komitmen Anda
    - Keadaan sudah berubah
    - Ketika Anda sudah belajar lebih baik
    - Ketika Anda sudah menjalin hubungan lebih baik
    - Ketika Anda sudah lebih bisa dipercaya, dsb, dst
Anak-anak adalah yang paling paham prinsip sukses “meminta” ini dibandingkan siapapun. Mereka meminta hal yang sama pada orang yang sama berulang kali dan tanpa ragu-ragu. Mereka ahirnya seringkali membuat Anda menyerah, betulkan?
Supaya berhasil, Anda harus minta, minta, minta, minta, minta…

Senin, 01 November 2010

Anda Harus Berhenti Berdalih

Anda Harus Berhenti Berdalih

Anda harus bersikap bahwa Anda selalu punya kekuatan untuk membuatnya lain, untuk melakukannya dengan benar, untuk membuat hasil yang diinginkan. Entah karena apa, ketidaktahuan, ketidaksadaran, ketakutan, kebutuhan untuk benar, kebutuhan untuk merasa aman, Anda memilih untuk tidak memilih kekuatan itu. Siapa yang tahu alasannya? hal itu tidak penting. Masa lalu sudah lewat. Yang penting sekarang, mulai saat ini, Anda harus memilih, benar, ini sebuah pilihan…. Anda bertanggung jawab 100% atas semua yang terjadi dan tidak terjadi pada diri Anda.
Jika sesuatu tidak berhasil sesuai rencana, Anda akan bertanya pada diri sendiri, “Bagaimana caraku melakukannya? Apa yang aku pikirkan? Apa keyakinanku? Apa yang tidak atau aku katakan? Apa yang tidak atau aku lakukan untuk menciptakan hasil itu? Bagaimana caraku membuat orang lain itu bersikap begitu? Perubahan apa yang lain kali perlu kulakukan untuk memperoleh hasil yang kuinginkan?”
Jack Canfield, seorang penulis, pengusaha dan mentor idola saya, mengajari saya sebuah rumus yang sangat sederhana, tapi sangat penting untuk mempertegas dan memperjelas gagas tanggung jawab 100% itu.

E + R = O

(Event + Response = Outcome)
Yang artinya, Peristiwa + Reaksi = Hasil. Gagasan dasarnya setiap hasil yang Anda alami dalam kehidupan (entah itu kesuksesan atau kegagalan, kekayaan atau kemiskinan, sukacita atau rasa frustasi) merupakan hasil cara Anda bereaksi terhadap peristiwa yang terjadi sebelumnya dalam kehidupan Anda.
Jika Anda tidak menyukai hasil yang Anda peroleh, maka yang harus Anda lakukan adalah merubah Respon atau Reaksi Anda.
Seorang Dealer Lexus di California Selatan mengisahkan. Ketika perang teluk pecah, orang berhenti datang untuk membeli Lexus. Para Dealer tahu bahwa kalau mereka tidak merubah Reaksi (R) mereka atas peristiwa itu (E), maka tidak ada lagi yang akan datang ke showroom mereka, mereka perlahan-lahan akan bangkrut. Reaksi (R) normal mereka adalah tetap memasang Iklan di Koran dan Radio, lalu menunggu orang datang ke tempat mereka. Tapi cara itu tidak berhasil. Hasil (O) yang mereka dapatkan adalah angka penjualan semakin menurun. Karena itu, mereka mencoba beberapa hal baru. Cara yang berhasil adalah, mengendarai satu armada Lexus baru ke tempat-tempat orang kaya berkumpul, country club, marina, lapangan polo serta pesta-pesta di Beverly Hills. Mereka kemudian mengundang orang-orang untuk mencoba mengendarai dan berkeliling menggunakan Lexus Baru.
Nah bayangkan… pernahkah Anda melakukan test-drive sebuah mobil baru dan kemudian kembali mengendarai mobil lama Anda? Ingat, perasaan tidak puas Anda ketika Anda membandingkan mobil lama Anda dengan mobil baru yang Anda kendarai beberapa saat sebelumnya? Mobil Anda sebelumnya cukup dan tidak masalah bagi Anda. Tapi tiba-tiba, Anda tahu ada sesuatu yang lebih baik dan Anda menginginkannya. Hal serupa dialami orang-orang itu. Setelah mencoba mobil baru itu, banyak di antara mereka membeli atau menyewa sebuah Lexus baru.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Impian Itu Benar

Hampir 10 tahun saya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Kebetulan saya ditugaskan di bagian pemasaran/penjualan produk di perusahaan tempat saya bekerja. Sehingga secara alamiah, saya tergembleng langsung menjadi jiwa yang berani, kuat, tangguh, dan inspiratif dalam menghadapi kehidupan ini.

Setelah lebih dari 9 tahun saya bekerja, saya baru sadar bahwa saya sudah mengalami perubahan menjadi manusia yang berbeda dibanding sebelum bekerja dulu. Kalau dulu saya hanya berkeinginan menjadi pekerja yang baik dan menjalani hidup apa adanya. Sekarang saya merasa ada "nuansa lain" di dalam hati yang paling dalam. Nuansa lain itulah yang mungkin sebenarnya saya cari selama ini dan terpendam cukup lama.

Apakah nuansa lain itu? Itu adalah keinginan dari hati nurani saya yang paling dalam untuk menjalani hidup ini sesuai dengan yang saya inginkan, yaitu hidup bebas penuh kebahagiaan. Dan itu sulit saya dapatkan jika saya tidak punya keberanian untuk mengubah jalan hidup. Singkatnya, saya keluar dari bekerja dan mengubah jalan hidup dengan menjalankan usaha sendiri.

Saya mulai dengan membuka usaha "bakso" dan "warung belanja". Ternyata menjalankan usaha sendiri tidak semudah yang dibayangkan secara kasat mata. Pada saat itu omset warung saya baru berkisar Rp. 50.000 s/d Rp100.000 per hari, saya memimpikan bahwa seolah saya sudah memiliki mini market. Dan setiap mimpi ini saya utarakan ke teman, orangtua, bahkan karyawan saya (yang waktu itu baru satu orang). Hampir semua tersenyum "kecut" seraya mengatakan, "Enggak mungkin.......". Terkadang saya juga tergoda dan terpengaruh dengan hal itu, tetapi saya kembali sadar dan kembali menguatkan hati bahwa impian saya pasti terwujud.

Singkat cerita, seminggu dua minggu, sebulan dua bulan, dan setahun..., saya menjadi "pengusaha" (pengusaha sangat kecil). Omset yang tadinya Rp 50.000 sehari, sudah berubah menjadi rata-rata Rp 1,5jt s/d Rp 2jt. Mimpi saya untuk memiliki sebuah minimarket masih jalan terus. Keberadaan produk sudah lebih lengkap, hanya pajangan dan bangunannya masih sangat sederhana untuk ukuran sebuah mini market.

Saya terus berpikir, bagaimana agar secara fisik tempat usaha saya bisa terlihat sesuai bahwa itu memang minimarket (terlihat masih warung/toko). Pajangan bagus, tempat bagus, megah dan seterusnya. Secara kasat mata, finansial saya saat itu belum bisa mewujudkannya. Pada suatu hari datanglah seseorang yang mewakili sebuah perusahaan tempat beliau bekerja, menawarkan kerja sama promosi yang saling menguntungkan. Setelah berunding dan matang akhirnya saya dan perusahaan tersebut melakukan kerja sama promosi di tempat usaha saya.

Dalam waktu sekejap, kira-kira satu bulan, tempat usaha saya direnovasi penuh, menjadi jauh lebih bagus dibandingkan kondisi sebelumnya. Di sana juga terdapat rak pajangan baru. Biaya untuk renovasi yang mereka keluarkan tidaklah sedikit, dengan perjanjian kontrak yang bisa diperpanjang.

Singkat cerita lagi, impian saya untuk memiliki sebuah mini market tercapailah sudah. Impian saya sudah menjadi kenyataan. Pasca renovasi omset usaha saya terus naik, sehingga secara finansial saya juga sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Ini membuktikan bahwa impian itu memang benar adanya. Kita harus berani bermimpi. Jika mau bersungguh-sungguh dan yakin, pasti menjadi kenyataan.

Selanjutnya saya tidak berhenti sampai di situ. Jika saya bisa memimpikan hal ini dan mewujudkannya, sudah pasti saya juga bisa memimpikan hal lain dan mewujudkannya. Saya bisa, pasti Anda juga bisa. Salam sukses, luar biasa...!!!


Jumat, 29 Oktober 2010

Jadi Entrepreneur, Semua Bisa

Jadi Entrepreneur, Semua Bisa


Banyak sekali jalan menjadi entrepreneur, bahkan ketika tak serupiah pun duit di kantong Anda. Bagaimana caranya? Peluang apa saja yang bisa segera ditubruk?
Tak ada profesi yang sedemokratis profesi Entrepreneur (wirausaha/pengusaha). Siapa pun Anda, asalkan hari ini punya keberanian, hari ini juga Anda bisa langsung menjadi pengusaha — bahkan ketika tak serupiah pun duit di kantong Anda. Bandingkan, misalnya, untuk menjadi dokter, Anda mesti kuliah dulu bertahun-tahun di fakultas kedokteran. Demikian pula profesi lain seperti pengacara, arsitek, apoteker, psikolog, atau ahli konstruksi.
Memang, umumnya orang berpandangan, untuk menjadi wirausaha kita harus menyiapkan uang tunai lebih dulu sebagai modal. Itu sebabnya banyak orang sibuk berburu uang untuk menghimpun modal, biasanya dengan menjadi karyawan di perusahaan orang. Setelah dirasa cukup, barulah memutuskan membuka usaha sendiri. Namun ceritanya akan lain jika — dan ini yang sering terjadi — uang yang didapat ternyata dirasa hanya pas untuk hidup sehari-hari. Alhasil, cita-cita membuka usaha sendiri tinggallah cita-cita, karena usia keburu habis tersita untuk memikirkan kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Pandangan bahwa untuk memulai usaha harus tersedia uang tunai, tak sepenuhnya benar. Dan itu telah dibuktikan oleh para pengusaha sukses. Sebagian besar dari mereka mengawali usaha justru ketika mereka tidak punya apa-apa, terdesak, putus sekolah/kuliah lantaran tak ada biaya, atau bahkan karena merasa terhina. Dalam kondisi nothing to loose ini, keberanian dan kenekatan mereka muncul. Dalam kondisi bukan siapa-siapa, mereka dipaksa untuk membangun “mimpi” masa depan, tertantang untuk meraihnya, dan berusaha keras menyusun strategi untuk mencapainya.
Keberanian dan motivasi yang menyala-nyala itu sekaligus menyingkirkan segala hal yang sebelumnya dianggap memalukan. Misalnya, karena tak punya uang serupiah pun di kantong, mereka tak segan-segan mengawali usaha sebagai makelar rumah, mobil, barang elektronik, aneka bahan bangunan, bahan kebutuhan pokok, atau barang-barang lainnya. Dengan modal dengkul ini, mereka langsung memetik keuntungan dari komisi atau berdasarkan kesepakatan lain yang ditentukan bersama pemilik barang.
Cara lain, misalnya, menjual jasa dengan lebih dulu meminta uang muka. Ini bisa dilakukan di industri jasa pendidikan seperti bimbingan belajar, les bahasa Inggris, kursus musik (piano, gitar, biola, dan sebagainya). Atau, bisa juga konsumen memesan barang tertentu kepada kita, tetapi sebelum barang pesanan itu kita kerjakan, kita minta uang muka lebih dulu. Nah, uang muka dari para konsumen itulah yang kita jadikan modal untuk menggelindingkan bisnis.
Gampang kan? Masih ada lagi. Kalau Anda kebetulan punya keahlian khusus, memasak misalnya, Anda bisa mencari pemodal untuk membuka restoran dengan sistem bagi hasil. Jurus-jurus seperti itulah yang tak bosannya diserukan Purdi E. Chandra, pendiri sekaligus “guru besar” Entrepreneur University, di depan para muridnya. Purdi sendiri drop out dari kuliahnya di tahun kedua gara-gara kesulitan uang kuliah dan biaya hidup. “Terus terang, dorongan terkuat dari dalam diri saya waktu memutuskan terjun ke dunia bisnis karena saya minder pada teman-teman kuliah yang hidupnya serba kepenak dan kelihatannya kaya-kaya,” ungkap pendiri dan pemilik Primagama Group, yang mengelola jaringan bimbingan belajar terbesar di Tanah Air. Kini, walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya, Purdilah yang paling bos dan terkaya di antara anak-anak Angkatan 1979 Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada yang sekarang bekerja di berbagai tempat.
Yang menggembirakan, belakangan semakin marak tren untuk sejak awal memutuskan menjadi wirausaha sebagai pilihan hidup. Banyak lulusan segar perguruan tinggi, baik dari dalam maupun luar negeri, tanpa ragu bertekad membangun bisnis sendiri. Demikian juga, tak sedikit profesional di perusahaan mapan tiba-tiba ganti haluan menjadi pengusaha. Seperti akan Anda baca pada tulisan Sajuta berikutnya, dengan bekal pendidikan yang lebih bagus, luasnya jejaring serta pengalaman yang matang, kelompok ini memang relatif lebih jeli memilih bidang bisnis yang belum digeluti orang, sehingga banyak dari mereka cepat meraih sukses. Namun, yang paling disaluti dari mereka adalah keberaniannya memutuskan terjun di dunia bisnis, membangun visi, dan eksekusinya yang gigih.
Sungguh banyak jalan untuk menjadi wirausaha. Profesi seperti dokter, arsitek, desiner interior, pengacara, atau bahkan artis, sebetulnya tinggal selangkah lagi bisa menjadi pengusaha jika mereka mau. Dokter bisa bikin klinik atau bahkan rumah sakit sendiri. Pengacara dapat mendirikan kantor konsultan hukum. Desainer interior bisa bikin kantor konsultan desain dan interior. Artis, dengan pergaulannya yang luas, bisa segera mendirikan rumah produksi sendiri.
Kalau punya uang dan tak ingin terlalu repot, Anda bisa langsung menjadi pengusaha dengan membeli waralaba (franchise) produk/jasa terkenal yang sudah terbukti sukses. Dengan semakin derasnya arus barang (baik lokal maupun dari mancanegara), bisnis keagenan dan distribusi pun sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Dalam perjalanannya, seperti halnya dalam kehidupan yang lain, para wirausaha pun dihadapkan pada banyak jebakan dan godaan. Salah satu sindrom yang sering muncul adalah euforia sukses. Karena telah membuktikan diri sukses, dorongan untuk mengejar sukses-sukses yang lain pun sering sedemikian menggebu sehingga mengabaikan kemampuan riilnya. Banyak contoh pengusaha yang awalnya maju pesat berkat bisnisnya yang berkembang sangat bagus, tiba-tiba limbung lalu terjungkal gara-gara terlalu ekspansif ke bidang-bidang baru yang belum begitu dikuasainya. Jadi, hati-hatilah. Laju boleh cepat tapi ritme hendaknya tetap terjaga.
Yang jelas, gairah menuju entrepreneurial society ini perlu disambut hangat. Sebab, sumbangan pengusaha kecil dan menengah terhadap perekonomian nasional — seperti sudah sangat kerap didengung-dengungkan — tak perlu disangsikan lagi. Terutama, dalam hal penyediaan lapangan kerja dan andilnya dalam membangun struktur perekonomian nasional yang sehat. Karena itu, sudah saatnya pemerintah (khususnya pemda) makin terpacu untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi munculnya para wirausaha baru.  Bentuknya bisa macam-macam, antara lain ketersediaan kredit yang memadai bagi small and medium enterprises, penyaluran dana BUMN ke sasaran yang tepat, tidak membebani pajak secara tidak proposional, dan lain sebagainya.

Rabu, 27 Oktober 2010

Motivasi di Tengah Kekacauan


Perubahan serba cepat dan kacau sungguh kita rasakan sekarang ini, dan kita melihatnya, bahwa perubahan tersebut hampir terjadi dari segala aspek. Sebagai manajer maupun entrepreneur, kita akhirnya tidak hanya sekedar pandai menendang bola saja, yang bisa diposisikan seperti apapun sekehendak kita dengan begitu mudah. Namun juga kita harus bisa seperti menendang kucing. Sedang kucing itu dapat meloncat dan lari. Sehingga, tidak mengherankan kalau lantas ilmu manajemen yang masih aktual pun tidak mampu lagi mengatasi kekacauan tersebut.

Kekecewaan itu berarti banyak ketidakpastian. Hari ini tidak ada hubunganya dengan hari kemarin. Hari depan menjadi tidak pasti, tidak bisa di ramalkan. Kondisi semacam ini menjadikan kita hidup dalam era lonjakan kurva, tidak linear dan tidak karuan. Sehingga, pengetahuan dan juga pengalaman akhirnya tidak dapat menjamin keberhasilan bisnis kita di masa depan.

Kalau sudah begitu keadaannya, saya berani mengatakan, bahwa kita tidak perlu lagi menghafal ilmu-ilmu manajemen yang hanya sekadar teroritis. Kita justru harus lebih kreatif bertanya. Karena bertanya itu tidak akan pernah usang. Sementara, yang namanya sebuah jawaban pengetahuan itu mudah ketinggalan zaman. Begitu juga pengalaman. Keadaan yang serba cepat kacau itu akhirnya membuat pengalaman itu bukan lagi menjadi guru yang baik. Padahal, selama ini kita lebih percaya pada mitos, bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Oleh karena itu, dalam kondisi semacam ini, bagaimana kalau kita bebas saja dari ilmu pengetahun dan pengalaman. Mungkin saja, ide saya ini anda anggap aneh. Tapi itulah yang namanya entrepreneur identik dengan orang aneh.

Tom peter, mengatakan bahwa perubahan serba cepat dan kacau itu pertanda zaman edan. Sehingga di era global sekarang ini, suka atau tidak suka, kita harus berani berakrab-akraban dengan kekacauan. Apalagi kita juga sedang menuju milenium ketiga. Sebab tidak mustahil pendekatan yang tidak sistematis atau tidak akademis, justru yang nantinya bisa menyelesaikan kekacauan.

Contohnya, Lembah Silikon di Amerika Serikat. Dahulu kawasan itu berkembang pesat dan sangat membanggakan banyak orang. Hal itu karena, Lembah Silikon telah menjadi besi sembrani yang menarik begitu banyak perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis komputer dan elektronik. Tapi sekarang terjadi adalah sebaliknya. Banyak perusahaan di sana menjadi bangkrut. Lembah ini berubah menjadi kuburan masal perusahaan besar. Kejadian tragis ini ternyata juga dialami oleh Negara kita. Dulu, banyak pengusaha dan bank yang sangat berjaya, kini pada kelimpungan dan akhirnya bangkrut.

Sementara itu, dengan semakin banyak belajar ilmu manajemen, kerap kali membuat kita justru semakin bertindak hati-hati dalam segala urusan bisnis. Kita tidak punya keberanian untuk bertindak. Dalam pikiran kita yang ada hanyalah ketakutan dan ketakutan. Kalau sudah begitu, mana mungkin kita punya semangat kerja yang tinggi dan kompetitif.

Pengalaman bisnis pun semakin sulit diterapkan, bahkan kerap kali tidak jalan lagi. Perubahan serba cepat dan kacau itu membuat kita sadar, bahwa saat sekarang ini bukan lagi kita hanya bermodalkan pengetahuan yang sarat dengan teori semata.

Tetapi, saat ini justru dibutuhkan orang yang buta teori atau jauh dari mental sekolahan. Nyatanya, orang yang jauh dari mental sekolahan itulah yang justru bisa meraih sukses. Hal itu karena, mereka tidak hanya semata-mata mengandalkan pada teori, namun mereka lebih mementingkan ketangguhan, keuletan, dan tahan banting. Sehingga, semua perubahan yang serba kacau dan cepat justru dianggapnya sebagai tantangan. Tantangan itulah yang dapat membangkitkan motivasinya.

Selasa, 26 Oktober 2010

Sang Promotor Autodidak Sejati

Bagaimana jadinya jika seorang buta berjalan tanpa tongkat? Berulang kali menabrak, jatuh, atau tertubruk sesuatu. Dan, itu juga barangkali yang dirasakan seorang sosok bernama Adrie Subono ini. Saat kali pertama memutuskan untuk terjun di bisnis pertunjukan musik, tak ada satu pun "tongkat" yang akan memandunya.
"Enggak ada satu pun panduan atau orang yang ngajarin. Karena, waktu itu bisnis ini orang hanya datang dan pergi. Jadi, ya jalanin saja, karena memang saya senang," akunya kepada redaksi majalah LuarBiasa. "Saya hanya ingat ucapan Om Habibie (Adrie adalah keponakan dari mantan Menristek dan Presiden RI ke-3, red). Katanya, ‘Adrie, kalau kamu mau sukses, jadilah kamu ahli di bidang yang kamu geluti!' Itulah kata-kata yang teringat dan saya jadikan pegangan hingga sekarang." Dan, tujuan pasti untuk menjadi "ahli" itulah yang kemudian menjadi "tongkat" Adrie hingga mampu melewati masa-masa pembelajaran kehidupan dan bisnis yang dijalaninya.
Awalnya Sulit
Menilik apa yang dicapainya sekarang, barangkali orang tak membayangkan betapa sulit dan susahnya Adrie mengawali bisnis promotor musik dengan JAVA Musikindo-nya. Seratus lebih artis berkelas dunia sudah berhasil didatangkannya ke Indonesia. Berbagai aliran musik, dari pop, rock, R&B, hingga instrumen modern mampu diolahnya menjadi satu paket hiburan yang membius banyak penggemarnya. Tak heran, jika kemudian orang mengidentikkan dirinya dengan hampir semua pertunjukan musik internasional yang diadakan di Indonesia. Hingga kini, banyak tawaran artis dari luar yang justru datang padanya.
"Kemarin itu ada tawaran manggung artis Pitbull. Saya saja awalnya enggak tau siapa dia.. hahaha. Tapi, karena didesak terus sama agennya, ya sudah. Saya sebarin info kalau saya ada yang nawarin Pitbull. Ternyata, responsnya banyak banget," serunya berkisah.
Bisa dikatakan, Adrie mengawali semua kesuksesannya hanya bermodalkan kenekadan. Adrie yang tak tamat SMA ini belajar jadi promotor dengan modal kesenangannya melihat konser musik saat di luar negeri. "Saya hanya melihat bisnis ini tak bakal ada matinya. Sebab, meski artis silih berganti, tapi mereka semua pasti butuh promotor untuk menggelar pertunjukannya," beber mantan pebisnis bidang perkapalan dan telekomunikasi ini. "Lagipula, ini kan sama saja dengan dagang juga. Kalau dulu jualan kapal, ini jualan tiket...hehehe. Cuma saya sempat dibilang 'sinting' karena ninggalin bisnis yang untungnya jelas-jelas lebih besar."
Belajar Mulai dari Usia 40
Konser perdana yang ditanganinya adalah Saigon Kick. Kala itu, di tahun 1994, melalui PT. JAVA Musikindo yang didirikannya, pelajaran pertama segera dipetiknya. Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Denpasar menjadi saksi sejarah pelajaran pahit pertamanya. "Di Jakarta, itu hanya terisi setengah. Di Bandung, malah lebih kacau lagi. Izin keramaian dari polisi baru turun setelah lagu pertama dimainkan," kisah pria kelahiran 11 Januari 1954 ini. "Tapi, dari situ saya jadi belajar banyak hal. Meski ongkosnya pahit dan sangat menyakitkan, saya nggak kapok. Justru di situ komitmen saya diuji."
Kegagalannya di usia ke-40 tahun itu kemudian membuatnya tertantang. Ia ingin membuktikan, bahwa panggilan jiwanya itu telah mengarahkannya pada jalan yang dicari-carinya selama ini. "Saya pada dasarnya kan memang suka musik. Jadi ya jalanin aja."
Konser berikutnya, ia mendatangkan Supergroove yang dipentaskan di M-Club, kawasan Blok M, Jakarta. Dari sana, ia belajar bahwa pemilihan tempat manggung artis menjadi salah satu komponen yang juga harus diperhatikan untuk mendatangkan massa.
Jadwal pemilihan waktu acara juga sempat menjadi pelajaran pahit yang didapatnya. Kala itu, ia sempat mengadakan acara di musim ulangan umum. Padahal, acara yang digagas tergolong besar, yakni Jakarta Pop Alternative Festivals. Bahkan, tiga artis ternama didatangkan sekaligus. "Sejak saat itu, saya belajar melihat tanggal-tanggal penting agar tidak jeblok lagi sat jualan."
Begitulah, begitu banyak pembelajaran dari kisahnya mendatangkan band-band kelas dunia untuk manggung di Indonesia. Dari mulai menangani penonton yang pingsan, membuat barikade keamanan berlapis, hingga membatasi jumlah penonton untuk meningkatkan kenyamanan adalah berbagai pelajaran berharga yang membuatnya sukses hingga kini.
"Coba dilihat, sekarang setiap kali JAVA Musikindo bikin pertunjukan, kita pakai standar maksimal hanya 80% saja yang boleh diisi penonton. Itu semua agar kenyamanan bisa didapat," cetusnya. "Sekarang, kita pasti juga bikin empat lapis keamanan untuk jaga tiket. Itu untuk antisipasi agar tak terjadi desak-desakan dan kecurangan di tiket. Semua itu didapat karena pengalaman."
Tak hanya itu. Urusan menangani artis pun butuh pembelajaran yang sangat unik dan pelik. "Kadang, ada saja artis yang minta macam-macam dan aneh-aneh. Soal nego harga juga lain lagi. Itu semua bisa saya lakukan karena pengalaman dari belajar menangani satu konser ke konser yang lain," terang Adrie yang kemudian menuliskan pengalamannya dalam buku berjudul WOW ini. "Yang pasti, meski sudah menangani banyak konser, saya masih sering tegang hingga kini."
Belajar dan terus belajar, itulah kunci sukses Adrie Subono hingga mampu menjadi promotor musik paling sukses di Indonesia saat ini.
"Komitmen untuk menjadi ahli seperti yang dikatakan Om Habibie itu terus saya pegang. Karena itu, sesulit apa pun, apalagi saat jenuh dan bosan melanda, komitmen untuk memberikan yang terbaik pada semua pihak, artis, penonton, sponsor, terus saya jadikan pegangan," paparnya. "Satu lagi, selalu bersyukur dengan apa yang saya raih, itu juga menjadi pelajaran penting bagi hidup saya. Dulu saya pernah mencoba menumbuhkan rambut botak ini dengan operasi, tapi batok kepala sudah dioperasi di Jerman, tetap saja tidak tumbuh...hahaha. Di situ saya belajar mensyukuri apa yang saya dapat."
  ~Kunci Sukses Adrie Subono~
•Komitmen tinggi pada apa yang dikerjakan.
•Selalu optimis apa pun tantangan yang menghadang.
•Terus bersyukur dan jangan cepat putus asa.
•Fokus, fokus, dan fokus, dan jadilah ahli di bidang yang digeluti.
•Segera bangkit dan berdiri lagi ketika menghadapi kegagalan.

Membangun Merek Hingga Berharga Rp 30 Triliun

Memiliki cita-cita yang jelas sejak kecil membantu Tommy Hilfiger (kini 59 tahun) untuk mendaki kariernya di bidang fashion yang luar biasa. Sebenarnya orangtuanya menginginkannya menjadi seorang insinyur, namun Tommy, anak kedua dari sembilan anak keluarga keturunan Irlandia di New York, lebih tertarik berdagang pakaian.Usia 17 tahun, ketika masih sekolah di SMA, ia sudah jualan celana cutbrai. Pada saat itu dialah yang memperkenalkan celana yang melebar dari dengkul hingga bawah itu di Elmira, New York. Ia juga bekerja di pom bensin. Dari uang tabungan hasil bekerja itu ia kemudian berjualan celana jins. Modalnya sebesar US$ 150 yang ia belikan 20 potong celana jins dan menjualnya pada kaum hippi New York mulai sekitar tahun 1969. Ia juga mencari celana cutbrai yang saat itu populer dan menjualnya juga di sana.
Modal jual-beli celana ini sampai membuatnya bisa buka toko khusus bagi kaum hippi yang ia beri nama The People's Place di Elmira, New York.
Tokonya laku keras sampai-sampai ia harus membuka cabang. Maka berdirilah jaringan tokonya hingga mencapai 7 cabang. Kejayaan itu terjadi saat usianya baru 26 tahun. Namun usahanya kemudian ambruk setelah ia kelola selama 10 tahun. Tommy benar-benar kecewa dan ia menganggap itu kesalahan yang mendasar. "Saya berjanji tak akan lagi terjerumus ke dalam kebiasaan kerja yang busuk," katanya. Padahal, ia mengakui, ia sudah begitu keras pada dirinya.
Tahun 1979 ia pindah ke Manhattan dan bekerja sebagai freelance di beberapa perusahaan pakaian. Untungnya ketika ia masih mengendalikan bisnisnya sudah mencoba-coba merancang celana jins secara otodidak. Hal inilah yang membuatnya bisa bekerja di raja tekstil asal India Mohan Murjani yang saat itu terkenal dengan jins Gloria Vanderbilt di Amerika Serikat.
Tommy Hilfiger
Pelan-pelan namun pasti, Tommy akhirnya bisa meluncurkan desainnya sendiri meski ia masih di bawah manajemen Mohan Murjani dengen merek Tommy Hilfiger. Ketika pakaian buatannya diluncurkan tahun 1986, perusahaan itu mampu meraup US$ 5 juta. Setahun kemudian penjualannya berlipat dua.Sejak itu brand Tommy Hilfiger mulai dikenal. Namun Tommy tak lama di bawah manajemen Mohan Murjani. Pada tahun 1988 ia bergabung dengan perusahaan pakaian Hong Kong, Silas Chou. Perusahaan ini juga antara lain memproduksi pakaian Ralph Lauren dan Liz Claiborne. Sejak itulah brand Tommy Hilfiger makin berkembang. 
Menariknya, merek "Tommy Hilfiger" pada awal tahun ini terjual sebesar Rp 30 triliun! Pembelinya adalah Phillips-Van Heusen Corporation, perusahaan adibusana asal AS. 

Luther George Simjian, Si Penemu Mesin ATM



Luther George Simjian adalah salah seorang Penemu dan ilmuwan yang berumur cukup panjang. Ia dilahirkan di Turki pada 28 Januari 1905, dan meninggal pada 23 Oktober 1997 dalam usia 92 tahun.

Simjian muda hijrah ke Amerika Serikat pada usia 15 tahun, karena dipisahkan dari keluarganya pada masa Perang Dunia I. Setelah bertemu dengan kerabatnya di Connecticut, dia mulai belajar mandiri dengan bekerja sebagai Fotografer sesuai dengan bidang ketertarikannya.

Pada awal mulanya, Simjian belajar di Universitas Yale dengan mengambil bidang Kedokteran. Namun minatnya berubah ketika Pihak Universitas memberikan pekerjaan di Laboratorium Foto. Pada tahun 1928, dia telah menduduki jabatan Direktur pada Departemen Fotografi di Universitas tersebut.

Pada tahun 1934 Simjian pindah ke New York, di mana dia mengembangkan mesin X-ray warna dan self-posing portrait camera, yang memungkinkan subyek untuk melihat ke dalam cermin dan melihat gambar yang tepat yang akan diambil.

Dengan berbekal penemuannya ini, Simjian mendirikan sebuah perusahaan manufaktur kamera dan menjual lisensi untuk menggunakan kamera tersebut di studio mini yang diletakkan dalam Departement Store dengan nama Photoreflex yang kemudian diganti dengan nama Reflectone. Perusahan inilah yang kemudian terus melakukan pengembangan optik, dan perangkat elektro mekanik.

Ketika Simjian menawarkan ide untuk membuat pelanggan bank melakukan transaksi finacial tanpa bertemu dengan teller, ia diragukan banyak orang. Tak kenal menyerah, pada tahun 1939, Simjian mendaftarkan 20 paten yang berkaitan dengan perangkat temuan barunya tersebut, dan menawarkan temuannya kepada sebuah perusahaan besar yang sekarang dikenal dengan nama Citicorp. Baru setelah 6 bulan kemudian, Citicorp merespon tawaran Simjian tersebut.

"Tampaknya, orang yang akan menggunakan mesin ini hanyalah sejumlah kecil pelacur dan penjudi yang malu dan tidak mau bertemu muka dengan tellers" tulis Simjian.

Ups, ternyata hari ini pada setiap sudut jalan, kita dapat dengan mudah menemukan mesin “ajaib” ini. Apa yang menjadi keraguan banyak orang pada masa tersebut sangat tidak terbukti.

ATM sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan bagi kebanyakan orang yang tinggal di perkotaan. Penemuan Simjian yang pada awalnya diragukan, kini telah membantu banyak orang dengan hadirnya kemudahan melalui mesin ATM.

Senin, 25 Oktober 2010

Menyelaraskan Otak Berfikir dan Otak Emosional

FF_70_brain1_fHasil penelitian Daniel Goleman, pengarang “Emotional Intelligence”, tentang otak dan ilmu perilaku yang dimuat “The New York Times”, menarik untuk dikaji. Dikatakannya, sesungguhnya kita memiliki 2 otak, yang satu berpikir (otak berpikir) dan satu yang merasakan (otak emosional). Biasanya, otak berpikir itu kita sebut otak kiri, dan otak emosional kita sebut otak kanan. Maksudnya apa-apa yang kita ketahui ada di otak berpikir, dan apa-apa yang kita rasakan ada di otak emosional. Saya kira, dikotomi emosional dengan berpikir kurang lebih sama dengan istilah “hati” dan “kepala”.
Sebenarnya mana yang lebih dulu terjadi? Menurut penelitiannya itu, Goleman menyebutkan, bahwa otak emosional ternyata terjadi lebih dulu sebelum otak berpikir. Lantas, sebenarnya apa segi manfaat yang bisa kita petik dari penelitiannya itu, khususnya bagi kita yang bergerak didunia usaha?
Saya kira, penelitian ini mengingatkan kita, bahwa di dalam kita mengetahui dunia usaha, sebaiknya bisa menyelaraskan antara otak berpikir dengan otak emosional. Keselarasan kedua otak itu bagi kita sangat dibutuhkan, terutama di dalam kita mengambil keputusan penting dalam bisnis. Keselarasan itu akan membuat kita lebih tepat dan bijaksana dalam mengmbil keputusan bisnis terlebih di saat persaingan bisnis seperti sekarang ini yang kerap kali menghadapkan kita kepada rentetan pilhan-pilihan cukup banyak.
Apalagi, kedua otak tersebut yang emosional dan yang berpikir, pada umumnya bekerja pada keselarasan yang erat, saling melengkapi, saling terkait di dalam otak. Di mana, emosi memberi masukan dan informasi kepada proses berpikir atau pikiran rasional. Sementara pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukan emosi tersebut.
Tapi sebaliknya, jika saja keduanya tak ada keselarasan atau katakanlah otak emosionalah yang dominan serta menguasai otak berpikir, maka keseimbangan kedua otak itu akan goyah. Kita akan cenderung tidak bisa berpikir jernih, suka bertindak gegabah dan sering melakukan kesalahan fatal dalam setiap mengambil keputusan penting dalam bisnis. Kalau dominan otak berpikir, maka kita hanya sekedar bersikap analistis, dan mengambil tindakan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Akibatnya menimbulkan hilangnya kegairahan dan antusiasme bisnis.
Oleh karena itu, kita jangan sampai kehilangan keselarasan kedua otak tersebut. Sebab, seperti juga yang ditegaskan oleh Dr. Damasio, seorang ahli neurologi, bahwa perasaan atau emosi biasanya sangat dibutuhkan untuk keputusan rasional. Otak emosional kita akan menunjukan pada arah yang tepat. Maka, adalah tindakan yang tepat, jika mulai sekarang kita bisa mengatur emosi kita sendiri.
Dalam konteks ini, saya berpendapat dengan pakar manajemen, Dr. Patricia Patton. Yang mengatakan, bahwa untuk mengatur emosi, kita bisa melakukan dengan cara belajar, yaitu :
Petama,
belajar mengidentisifikasi apa yang biasanya memicu emosi kita dan respons apa yang bisa kita berikan.
Kedua,
belajar dari kesalahan, belajar membedakan dalam segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan pengaruh dan yang tidak memberikan pengaruh pada diri kita.
Ketiga,
belajar selalu bertanggung jawab terhadap setiap tindakan kita.
Keempat,
belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan, waktu secara maksimal untuk menyelesaikan masalah.
Kelima,
belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.
Saya sendiri juga merasakan, bahwa dampak positif dari terciptanya keselarasan kedua otak itu juga akan memunculkan tindakan-tindakan produktif, membuat kita semakin mantap dalam berbisnis, dan pada akhirnya akan berdampak positif bagi kemajuan bisnis kita.
Singkatnya, keselarasan itu sangat berkaitan dengan pemberdayaan diri kita. Di mana, kita mesti bisa mengontrol diri, dan menggunakan akal sehat. Dan, tentu saja, keselarasan itu tidak terwujud kalau kita masih juga memegang teguh sifat mementingkan diri sendiri. Sehingga, seorang wirausahawan yang bisa menyelaraskan otak berpikir dan otak emosional, akan sangat mungkin lebih berhasil dalam bisnisnya. Boleh jadi peluang menjadi wirausahawan yang kompeten, bernilai, professional, dan bahagia akan lebih bisa dicapai. Meski tak mudah kita menyeleraskan kedua otak tersebut, tapi saya yakin, kita harus berani mencobanya.

Mengambil Keputusan

“Haruskah saya membuka rumah makan padang ?” itulah pertanyaan yang sempat muncul dalam benak saya saat itu. Ketika ide semacam ini saya coba lontarkan pada orang lain, mereka malah pesimis dan menanyakan: “Mengapa Anda harus membuka bisnis rumah makan padang, padahal bisnis seperti itu’ kan sudah menjamur.  Apakah punya prospek bagus?”
Dengan adanya berbagai komentar tersebut, membuat saya semakin tertantang untuk membuktikannya. Padahal, sebelumnya saya sama sekali belum pernah terjun ke bisnis rumah makan, tetapi hal itu saya anggap sebagai peluang bisnis.
Sebagai entrepreneur, saya harus berani mencoba untuk membuktikannya, dan sanggup mengambil keputusan yang tepat. Namun saat ini saya tetap optimis, bahwa ide tersebut bisa terealisir. Pada akhirnya saya mengambil keputusan, bahwa saya harus berani mencoba bisnis ini. Saya yakin peluang pasar tetap ada, khususnya untuk kalangan masyarakat menengah keatas.
Ternyata, bisnis ini berwujud dan jalan, bahkan dimasa krisis pun, saya optimis bisnis rumah makan tetap prospektif. Kenyataannya, tamu semakin banyak, ada menteri, tokoh masyarakat, artis, dan kalangan pengusaha.
Didalam mengambil keputusan, pertimbangan intuisi saya lebih peka dari pertimbangan rasional. Memang sebagai entrepreneur kita harus berani menggunakan intuisi secara efektif, baik untuk mengambil keputusan dalam bisnis, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kemungkinan kita tidak menyadari prosesnya, bahwa setiap keputusan yang kita buat dengan menggunakan intuisi ini hanya salah satu contoh dari sekian banyak pengalaman yang saya alami.
Saya merasa betul, betapa tajamnya sentuhan intuisi itu. Hal itulah yang barangkali memungkinkan saya membiarkan data intuisi itu melengkapi data lain, yang akhirnya saya gunakan dalam membuat keputusan. Sehingga, saya semakin yakin, bahwa dalam menggeluti bisnis maupun kehidupan ini, sebaiknya kita tetap menggunakan intuisi. Sebab, intuisi akan ikut membuka pikiran dan memberikan nilai tambah bagi emosi kita, dan intuisi memberdayakan kita agar semakin produktif dan aktif dalam setiap situasi.
Intuisi menjadi sangat penting, tidak hanya untuk kepentingan sekarang, namun juga untuk kepentingan masa depan. Sebab, diperkirankan tantangan bisnis di masa mendatang, relative berbeda dengan sekarang. Perubahannya sangat cepat dan serba kacau, tidak menentu, sehingga sulit bagi kita untuk memprediksikannya.
Suatu tantangan dengan tingkat turbulensi yang tidak menentu semacam ini, jelas akan membuat intuisi kita semakin berperan dalam setiap mengambil keputusan. Kemungkinan ilmu manajemen yang sekarang kita geluti, masih sulit untuk bisa memecahkan berbagai tantangan yang akan terjadi di masa mendatang. Padahal, kita tentunya tetap berharap, bahwa bisnis yang kita jalani sekarang ini harus tetap terus berkembang.
Kita sebagai entrepreneur, disukai atau tidak, harus tajam dalam intuisi. Kita harus mampu berfikir cepat dan akhirnya mampu mengambil keputusan yang tepat. Saya melihat ada sesuatu yang unik pada intuisi, yakni berlawanan dengan proses nalar. Proses intuisi itu tidak linier (bermacam-macam pola), sedang proses rasional adalah linier. Itu sebabnya, mengapa kebanyakan entrepreneur dalam setiap mengambil keputusan atau langkah dalam bisnisnya, sering membuat kejutan, tidak rasional, dan berani menghadapi resiko.
Oleh karenai itu, saya setuju pendapat yang mengatakan, bahwa antara intuisi dan irasionalitas, saling berkaitan. Sebagian keputusan yang kita ambil merupakan campuran berbagai macam ingatan, gagasan, perasaan, dan fakta yang kadang-kadang saling bertentangan. Sehingga “sentuhan” intuitif itu memungkinkan kita membiarkan data intuisi itu melengkapi data lain yang akan kita gunakan untuk mengambil keputusan.
Menurut Quin Spitser dan Ron Evans, intuisi adalah analisa kilat dari fakta menggunakan pengetahuan dan pengalaman sebagai filter. Dalam bisnis, memang dikenal dengan adanya intuisi bisnis. Didalamnya ada wawasan, pengalaman, mental, dan perasaan, tapi ada juga wawasan yang luas, pengalaman banyak, dan mental yang dalam. Intuisi ada 4 empat tingkatan, yaitu bisa muncul melalui fisik, emosi, mental, dan spiritual.
Banyak cara mengembangkan intuisi, diantaranya seperti yang dikembangkan oleh Robert K. Cooper, Phd, yaitu: terjun kedalam pengalaman, kerahkan kemampuan sedikit lebih banyak, tetap terbuka terhadap segala kemungkinan, atasi rasa takut, kenali dan cari cara untuk mengatasi apapun yang menghalanginya. Selain itu Cooper juga menyarankan, supaya peluang pengindraan harus keluar dunia bisnis, berikan perhatian ekstra kepada tanggapan pertama terhadap pertanyaan-pertanyaan, perhatikan bagaiman intuisi berkomunikasi dengan diri kita, luangkan waktu beberapa menit saja dalam sehari untuk catatan kecerdasan emosional, dan jangan lupa memperluas rasa percayadiri. Anda berani mencoba?

Berani Nyumbang, Berani Investasi

Saya berpendapat bahwa sebenarnya keberanian kita memberikan sumbangan pada orang lain atau pihak lain yang kita berikan secara tulus ikhlas adalah sama halnya dengan kita telah memiliki jiwa entrepreneur atau jiwa wirausaha. Saya yakin, pasti Anda bertanya, kenapa demikian? Padahal kita tahu bahwa sebagian uang yang kita miliki telah kita sumbangkan pada orang lain. Tapi, saya melihat, sikap wirausahawan yang seperti itu pertanda bahwa dia telah memiliki keberanian mengambil resiko yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Dan, sebagai wirausahawan kita tetap memiliki kepedulian sosial.
Hanya saja, masing-masing wirausahawan di dalam memberikan sumbangan tentu saja besarnya berbeda-beda. Tergantung keikhlasan masing-masing. Barangkali sudah selayaknya kalau cukup berhasil dalam bisnis kita lantas memberikan sumbangan yang cukup berarti, itu wajar saja. Berbeda halnya dengan mereka yang pendapatannya masih relative kecil. Namun sekali pun pendapatan kecil sebaiknya kita juga membiasakan untuk menyumbang.
Oleh karena itu, kita tak perlu berfikir negative kalu tiba-tiba di kantor kita kedatangan tamu yang minta sumbangan. Berpikir positif saja. Justru kita seharusnya berterimakasih pada sang tamu yang meminta sumbangan pada kita, bahwa di tengah kesibukan kita sehari-hari dalam menjalankan bisnis, ternyata masih ada orang yang mengingatkan kita atau yang mengetuk hati kita untuk ikhlas memberikan sumbangan.
Dalam konteks inilah, mengapa saya menganggap bahwa sesungguhnya pemberian sumbangan ini adalah langkah positif dan langkah maju. Bahkan, bisa saya artikan kalau kita berani menyumbang, maka kita tidak akan takut lagi berinvestasi. Kita juga tidak akan takut lagi memulai atau mengembangkan bisnis. Karena, kita sudah terbiasa terlatih dengan ketidak-takutan dalam memberikan sumbangan. Berani menyumbang dan berinvestasi merupakan keberanian kita untuk menghadapi resiko dan ketidak-pastian.
Singkatnya kalau kita berani menyumbangpasti kita telah memiliki keberanian memulai bisnis atau mengembangkan bisnis, dan memiliki keberanian berinvestasi. Sesungguhnya keberanian kita memberikan sumbangan mudah-mudahan akan membantu melancarkan bisnis yang kita jalani saat ini. Percayalah, banyak menyumbang banyak rezeki.

Minggu, 24 Oktober 2010

Ken Soetanto, Anak Buangan Yang Jadi Rebutan

I decided long ago / Never to walk in anyone's shadow / If I fail, if I succeed / At least I'll live as I believe / No matter what they take from me / They can't take away my dignity

Because the greatest love of all / Is happening to me / I found the greatest love of all / Inside of me

The greatest love of all / Is easy to achieve / Learning to love yourself / It is the greatest love of all
Kutipan lirik lagu The Greatest Love of All di atas, dapat menggambarkan geliat dan pergumulan hati Ken Soetanto, pada saat ia terpaksa harus berhenti bersekolah. Tahun 1965, ketika terjadi gejolak politik, Chung-Chung High School di Surabaya - Jawa Timur ditutup pemerintah. Padahal waktu itu, ia baru duduk di kelas satu SMA.
Maka, selanjutnya ia bekerja di toko milik kakaknya. Sembilan tahun kemudian, akhirnya ia berhasil berangkat ke Jepang untuk melanjutkan sekolah. 
Berbekal semangat belajar tinggi, tekad yang pantang menyerah, serta terus menggenggam erat mimpi-mimpinya, Ken berhasil meraih gelar profesor dan empat gelar PhD/Doktor dari empat universitas berbeda di Jepang. Yaitu PhD di bidang aplikasi rekayasa elektronika dari Tokyo Institute of Technology (1985), PhD di bidang kedokteran dari Universitas Tohoku (1988), kemudian gelar Doktor ilmu farmasi dari Science University of Tokyo (2000), dan Doktor ilmu pendidikan dari Universitas Waseda (2003). Bahkan dari pengembangan interdisipliner dari keempat ilmu yang dikuasainya, Soetanto telah menghasilkan 29 paten di Jepang dan dua paten di Amerika Serikat
Berbagai penghargaan berhasil diraih Soetanto, di antaranya Outstanding Achievement Awards in Medicine and Academia dari Pan Asian Association of Greater Philadelphia, AS. Juga predikat profesor riset terbaik dan profesor mengajar terbaik selama tujuh tahun berturut-turut di Toin University of Yokohama. Sebuah pencapaian yang bukan hanya sangat luar biasa, akan tetapi bahkan terbilang nyaris mustahil. Mengingat, sebelumnya begitu banyak rintangan yang harus ia hadapi. Mulai dari para akademisi Jepang yang meremehkannya sampai kisah masa kecilnya yang rapuh dan mengidap penyakit TBC saat masih tinggal bersama ibu tirinya.
Lalu, dari mana semua keberhasilannya itu ia peroleh? Jawabannya, seperti bunyi pepatah lama "There is no Greatness, without Suffering! Tak ada KEAGUNGAN tanpa PENDERITAAN". Seperti apa persisnya penderitaan yang di lalui Soetanto di masa kecilnya? Serta bagaimana ia terus berusaha berkelit dari semua rintangan yang datangmenghadang? Berikut kronologinya.
Sukses yang Tertunda
Saat sekolah SMA-nya ditutup, Soetanto terpaksa bekerja sebagai tukang reparasi radio di toko milik kakaknya. "Setiap tutup toko jam delapan malam, saya belajar sampai jam lima pagi. Saya terus mengotak-atik radio dan tape. Semangat ini masih saya bawa sampai sekarang, dan inilah semangat yang kemudian mendorong saya untuk mengambil sekolah di Jepang," kisahnya kepada majalah motivasi LuarBiasa. "Setelah saya bisa, kemudian saya mulai muter ke toko-toko elektronik yang ada di Blawuran, untuk menawarkan reparsi secara cuma-cuma. Saya ditanya kamu siapa? Apa bisa reparasi? Waktu itu orang belum percaya kepada saya. Biasanya saya jawab: nanti nggak usah bayar, kalau rusak komponennya saya ganti. Waktu itu saya keliling memakai sepeda." 
Meski tokonya kemudian berkembang sangat pesat, sehingga Soetanto pun berhasil mengumpulkan banyak sekali uang, akan tetapi panggilan jiwanya tak berhenti mengusik. Ia tak sedikit pun bermimpi ingin menjadi pedagang, meski bakal berhasil sekaya apa pun. Keinginannya pada waktu itu hanya satu, yaitu ingin terus menuntut ilmu, dan menjadi ilmuwan. Akan tetapi dalam suasana sosial politik di Indonesia pada waktu itu, peluangnya boleh dibilang mustahil. Karena itulah mimpi berikutnya adalah sekolah di Jepang.
"Untuk biaya sekolah ke Jepang, kebetulan saya punya tabungan dan kakak saya juga akan membantu separuhnya. Sebetulnya kakak saya menentang, dia bilang: orang yang lulus S1 saja inginnya menjadi manajer, lha kamu yang punya perusahaan sendiri kok mau kembali menjadi kere? Saya ingin sekolah lagi karena saya merasa bahwa selama berusaha mencari uang, perasaan saya hampa, sehingga hanya berjalan begitu-begitu saja. Saya memerlukan teknik, untuk bisa mengabdi kepada masyarakat. Sebetulnya saya punya dua pilihan, yaitu sekolah ke Jerman atau ke Jepang. Tetapi akhirnya saya lebih memilih ke Jepang."
Ketika akhirnya Soetanto berhasil meneruskan sekolah ke Jepang, perjuangan yang sesungguhnya baru dimulai. "Pada saat mulai belajar bahasa di sana, saya diremehkan. Sebab, saat sekolah itu umur saya sudah 27 tahun. Dan di sana, lazimnya pada saat umur 27 tahun, orang sudah lulus S3 dan sudah memperoleh gelar PhD. Kalau dihitung-hitung, saya sudah telat delapan tahun.
Rencananya saya mau sekolah di Jepang selama satu tahun, tapi akhirnya sampai empat tahun. Pada saat memasuki tahun ketiga, tiba-tiba perusahaan kakak saya di Pasar Turi, terbakar. Waktu itu sekitar 3.500 sampai 4.500 toko terbakar habis dalam waktu 3 hari. Karena itu kakak saya bilang, ‘Maaf saya sudah sudah tidak bisa membantu biaya kamu lagi, kamu sebaiknya pulang sekarang.' Saya jawab, ‘Saya pasti lulus! Untuk itu, saya tetap akan meneruskan sekolah tanpa kiriman dari kakak.' Kebetulan saya di Jepang mengajar privat, dengan penghasilan 40 ribu yen, atau kira-kira sepertiga dari biaya hidup yang saya butuhkan. Singkatnya, never-never give up, saya kejar terus," kisahnya, tentang masa-masa awal ia menerima cobaan.
Soetanto berhasil menyelesaikan S1 dalam waktu empat tahun, S2 selama dua tahun, dan S3 di Tokyo Institut of Technology selama tiga tahun. "Setelah persis tiga tahun lulus S3, saya merasa harus pulang ke Indonesia, untuk membawa istri dan anak saya datang ke Jepang. Kebetulan saya mempunyai dome yang murah, sehingga bisa mengajak istri dan anak tinggal di Jepang. Tapi ternyata setelah satu setengah tahun mencari pekerjaan, saya nggak mendapatkannya. Dari lima puluh surat aplikasi (lamaran) yang saya kirim nggak ada satupun yang dijawab! Saya sempat heran, Tokyo Institut of Technology sekolah saya itu, merupakan sekolah yang bagus, setara dengan MIT-nya Jepang. Nilai saya pun juga bagus, tapi nyatanya kok nggak ada satu pun yang mau membalas lamaran saya. Sampai akhirnya saya tahu, bahwa ternyata orang Indonesia atau orang luar negeri nggak mungkin bisa bekerja sebagai akademisi di Jepang. Ada semacam tembok penghalang yang merintangi.
Saya terus berusaha mencari jalan keluar, sampai kemudian saya berkesimpulan, bahwa satu-satunya cara agar bisa dapat pekerjaan, saya harus melebihi kepintaran orang Jepang. Saya harus lebih pintar, lebih jago dari mereka. Tapi bagaimana caranya? Pada saat itu saya sudah memiliki gelar PhD di bidang elektro," kenang Soetanto.
Soetanto akhirnya kuliah lagi. Kali ini Soetanto mengincar gelar PhD di bidang kedokteran. "Mestinya, waktu yang saya butuhkan untuk sampai mencapai gelar PhD sekitar tujuh tahun. Tapi syukurnya, dalam waktu 3,5 tahun saya sudah meraih gelar Doktor. Dengan mengaintongi dua gelar PhD, saya merasa menjadi orang top. Kalau istilahnya orang Jepang, seperti ‘hantu yang membawa besi.' Hantu itu sudah ditakuti, apa lagi masih ditambah membawa besi, maka akan sangat ditakuti dan kuat. Dalam pikiran saya, pasti saya bakal langsung dapat pekerjaan. Karena saya merasa seperti layaknya Doktor lulusan Stanford dan Doktor lulusan Harvard di Amerika. Tapi siapa sangka, pada saat saya kembali mencari pekerjaan, ternyata saya tidak juga mendapatkannya. Padahal biaya hidup, saya sudah nggak punya. Sampai anak istri saya ungsikan ke Hong Kong di tempat kakaknya.
Karena tidak punya uang, tempat tinggal saya ganti dengan yang lebih kecil. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ada telepon dari profesor saya, yang saya panggil dengan sebutan Profesor IT. Profesor ini benar-benar pintar, sangat hebat, patennya hampir mencapai 900 item, tetapi sangat kejam. Dia menelepon saya, memberi kabar bahwa dia sudah pensiun. Kemudian ia minta tolong saya, untuk mengurusi murid-murid kiriman Pak Habibie dari Indonesia.
Singkatnya, pada waktu bertemu dia sempat mengeluh, "Aduh, saya pusing menjadi Chairman, karena disuruh mencari dosen Biomedical, di Jepang mana ada?'
Maka segera saya jawab, ‘Pak saya ini dari kedokteran dan biomedical.' Dia bingung mendengar jawaban saya. Profesor ini dulu dosen saya di S1 dan S2. Tak lama kemudian dia tanya, ‘Apa kamu bisa?' Singkat cerita, saya dikenalkan ke Rektor. Setelah itu saya dites. Hasilnya? Respektor saya 37, sudah sangat cukup, bahasa Inggris saya juga cukup. Mereka bilang: Ya sudah, besok kirim aplikasinya." 
Seketika Soetanto merasa sangat senang sekali! Akhirnya dia berhasil mendapat pekerjaan juga. ‘Tuhan memang mangasihi orang-orang yang tidak putus asa', begitu pikirnya. "Saking senangnya, aplikasi papernya saya buat serapi mingkin. Sampai saya harus menyiapkan hingga jam lima pagi. Saya nggak berani tidur, karena jam 7 pagi saya mesti sudah berangkat ke universitas untuk menyerahkan aplikasinya. Pada saat saya memasuki kampus, orang-orang nggak ada yang melihat saya. Sudah jam 9, akhirnya saya permisi memperkenalkan diri, ‘Saya ini Soetanto yang kemarin datang bersama profesor IT.' Sampai saya menunggu selama 45 menit, semuanya masih pada diam.
Sekali lagi saya buka suara, ‘Saya ini Soetanto muridnya profesor IT yang kemarin ke sini, Anda kemarin juga ikut menemui saya kan?' Lagi-lagi, semua tetap diam.
Baru sekitar jam setengah 11 siang, profesor keluar dari ruangan, saya senang sekali. Tiba-tiba, si profesor berkata ‘Tanto, ini bukan di Indonesia, ini Jepang, lupakan aplikasi kamu!' Wah...saya jadi bingung. ‘Yang menyuruh kan Anda? Yang mencari dosen kan Anda? Yang suruh bawa aplikasi juga Bapak sendiri kan?'
Dengan dingin dia bilang kepada saya, ‘Kamu ke sini kan untuk belajar dari orang Jepang.' Mendengar jawaban itu kontan saya menangis. Profesor itu menambahkan. ‘Kamu itu bisa belajar atas bantuan orang Jepang, kok sekarang mau mengajar orang Jepang? Orang Jepang tidak butuh kamu!' Hati saya benar-benar hancur saat itu," tutur Soetanto.
Namun, netter yang luar biasa, semua peristiwa pahit yang dialami Soetanto sejak masih kecil hingga berbagai tekanan yang diterimanya di Jepang, seakan memang dimaksudkan "kehidupan," untuk mempersiapkannya. Sebagaimana tekanan dan panas bumi dalam suhu tinggi yang mampu mengubah batu bara biasa, menjadi berlian yang indah. Begitu pula yang terjadi pada Soetanto. Beliau kini telah menjelma menjadi "orang besar". Ia adalah orang pertama dari luar Jepang yang bisa menduduki level jabatan Kepala Divisi di Universitas Waseda-salah satu universitas paling top di Jepang, bahkan dunia, khususnya dalam hal sains. Tahukah Anda? Kementerian Pendidikan Jepang bahkan membiayai risetnya hingga 14 juta dollar AS (sekitar Rp144 miliar) per tahun.
Ken Soetanto juga menjadi salah satu dari tiga pemohon paten paling terkemuka di Jepang, yang telah mempublikasikan lebih dari 1100 karya ilmiahnya. Kini, ia menjabat sebagai guru besar School of International Liberal Studies di Universitas Waseda, guru besar di Toin University of Yokohama, Jepang, dan anggota Komite Evaluasi Tokyo Institute of Technology.
Prof Ken, ketika sedang berbagi kisah, ilmu, dan inspirasi, dalam seminar "Create Your Hoki/Success in Business and Career", 20 Februari lalu di Jakarta.
Sebagaimana dialami oleh Albert Einstein yang pada waktu kecil benar-benar dianggap sebagai anak yang payah serta bodoh dalam semua mata pelajaran, kecuali matematika, tapi kemudian malah berhasil menjadi fisikawan terbesar Abad Dua Puluh. Begitu pula dengan kisah hidup Ken Soetanto, yang kini telah berhasil menemukan ergon-nya. Di mana karya-karyanya merupakan amal, dharma atau pelayanan bagi banyak orang, sebagaimana ia mimpikan sejak usia muda.

Endang Setyadi, Ibu Luar Biasa

Barangkali, jika Nancy Matthews Elliott menerima saja pernyataan guru anaknya yang mengatakan si anak berotak udang, mungkin hari ini tak kan ada lampu pijar yang menerangi dunia. Memang, dalam sejarah terungkap bahwa pencipta lampu pijar, Thomas Alfa Edison, dicap sebagai anak yang bodoh oleh gurunya.
Saat itu, Nancy-ibunda Edison-sangat marah dan menariknya keluar sekolah. Selanjutnya, Nancy sendiri yang mengajar Edison."Ibuku yang membentukku. Ia begitu setia, memiliki keyakinan pada diriku, dan aku merasa aku memiliki seseorang untuk kuperjuangkan dalam hidup, seseorang yang tidak boleh kukecewakan," sebut Edison dalam sebuah catatan.
Ibu Edison, yang juga seorang guru, kemudian memberikan banyak pelajaran yang ternyata diserap dengan mudah oleh Edison. Ia juga melahap habis beberapa buku ilmiah seperti karya dari R.G. Parker's yang berjudul School of Natural Philosophy dan The Cooper Union. Dari sanalah, ia kemudian gemar melakukan berbagai macam percobaan yang akhirnya mengantarkan dirinya menjadi tokoh dunia dengan seribu lebih inovasi.
Nyaris mirip dengan kisah sang ibu dalam mendorong anaknya agar tetap jadi "orang", Endang Setyati juga mengalami problematika yang tak kalah peliknya-bahkan-mungkin lebih parah. Anaknya-Habibie Afsyah-buah cintanya dengan duda beranak tujuh, Nasori Sugiyanto, sejak lahir mengidap penyakit langka, yang menyerang otaknya hingga lumpuh permanen. "Sejak lahir, fungsi syarafnya terus menurun dan bahkan diperkirakan usianya tidak panjang," kisah Endang tentang anaknya.
Namun, menurut perempuan berjilbab ini, "Anak adalah amanah dari Sang Pencipta, karena itu, apa pun kondisi anak, saya berusaha memberikan yang terbaik."
Mendengar pernyataan itu, sang anak pun menimpali dengan ketulusan, "Terima kasih yang terdalam untuk Mama, yang dengan sabar dan kasih sayang merawat saya yang memiliki keterbatasan. Saya sangat bersyukur dilahirkan melalui rahim seorang Ibu, Endang Setyati."
Ibu Endang, Pak Nasori, dan Habibie
Yang istimewa dari cara Endang mendidik adalah perlakuannya pada Habibie. Meski memiliki keterbatasan fisik-bahkan kini hanya tinggal bisa menggerakkan satu jari-Endang menyekolahkanya di sekolah biasa, bukan sekolah luar biasa. Bahkan, beberapa temannya yang tumbuh normal masih sering main ke rumah Habibie untuk sekadar bercanda atau bermain game. "Habibie itu meski hanya main dengan satu jari, entah bagaimana kalau main game selalu menang dari teman-temannya," ungkap Endang.
"Selain hobi main game, ia juga hobi internet-an sedari SMP. Mungkin, karena keterbatasannya itu, ia awalnya menghabiskan banyak waktu hanya dengan main game dan internet."
Keprihatian Endang akan masa depan Habibie membuatnya berpikir, "Apa ya yang bisa dilakukan Habibie supaya besok dia tidak merepotkan orang lain dan bisa mandiri?"
Akhirnya Endang mulai menemukan titik terang sekitar pertengahan tahun 2006. "Saat itu ada penawaran pelatihan internet marketing. Saya pikir, itu mungkin tepat buat anak saya karena memang dia kan sudah sejak lama hobinya main internet," terang Endang.
Maka, Endang pun memasukkan Habibie untuk ikut pelatihan internet marketing untuk belajar dari salah satu pakar internet marketing berbasis amazon.com, Mr Fabian Lim. Sayang, karena berbahasa Inggris-meski dibantu dengan penerjemah-Habibie pada awalnya belum terlalu tertarik dengan program tersebut. "Saya lantas bilang, kalau kamu dewasa nanti, kamu tak bisa mengandalkan orang lain terus. Kamu harus jadi orang yang bisa mama banggakan."
Demi masa depan anak, Endang tak ragu untuk sedikit memaksa Habibie. Justru karena punya kelemahan itulah, ia merasa Habibie harus didorong lebih keras. "Waktu itu, karena pelatihan pertama, hasilnya belum maksimal, karena memang yang diberikan hanya dasar-dasarnya. Saya menyuruh Habibie untuk ikut kelas lanjutannya. Mahal ndak apa-apa, yang penting ada ilmu yang bermanfaat. Sayang, kala itu Habibie sempat menolak," kisah Endang.
"Saya lantas tegaskan pada Habibie, kamu syaraf boleh melemah, tapi semangat tidak boleh lemah. Mama sudah pensiun sementara biaya internet kamu itu besar. Kamu harus ikut pelatihan lanjutan ini, jadi kamu main internet itu nggak sia-sia," ujar Endang.
Akhirnya, setelah dipaksa Endang, Habibie mengikuti Asia Internet Academy untuk memperdalam ilmu internet marketing-nya. Ternyata, feeling Endang tepat. Hobi Habibie akhirnya menghasilkan juga. "Setelah lebih memahami pelatihan dari Mr Lim, Habibie waktu praktik untuk pertama kali ia mendapat kiriman uang 120 dolar AS. Itu senangnya bukan main. Ternyata, apa yang dilakukannya selama ini ada hasilnya juga. Maka, sejak itu dia makin intens main di internet marketing. Akhirnya, di bulan Desember 2008, Habibie sudah bisa menghasilkan uang 5986 dolar AS. Itulah yang membuat kepercayaan dirinya makin tumbuh dan dia makin yakin bisa menghasilkan dari bisnis online itu," ungkap Endang sembari menunjukkan setumpuk print-out email yang menunjukkan penghasilan Habibie.
Ibu Endang dan Habibie, saat mengikuti seminar Bp. Andrie Wongso pada Nov. lalu, "The Power of Harmony"
Dengan hasil yang diperolehnya, Endang terus mendorong agar Habibie makin menekuni bidang tersebut. Ia kemudian mengikutkan Habibie ke berbagai kursus lanjutan. "Salah satunya supaya lebih paham saya ikutkan dia ke kursus dari Pak Suwandi Chow. Ini pelatihan train for trainers." Selanjutnya, the rest is history, selebihnya adalah kisah sukses Habibie yang terus dibimbing oleh ibunya.
Mutiara yang tergolek lemah tertutup pasir di lautan itu kini mampu berkilap berkat sentuhan dan ketegasan seorang ibu terhadap anaknya yang punya kelemahan. Berkat kegigihan Endang menemukan "profesi" yang pas untuk putranya, kini kelemahan itu hanya tinggal menjadi predikat. Kerusakan syaraf yang diderita berkat dorongan Endang, kini berubah jadi semangat menggebu untuk meraih hasil maksimal.
"Puji syukur Allah telah mengabulkan permintaan saya dan memberikan kesempatan pada saya dan Habibie bisa menikmati jerih payah dan perjuangan yang tidak kenal menyerah. Indah akan datang pada saatnya jika Allah menghendaki. Dan, inilah saat-saat indah buat saya dan Habibie, yakni bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk kami. Harapan saya semoga ibu-ibu termotivasi pada prestasi dan kondisi Habibie dan lebih menyayangi putra-putrinya dan ikhlas berjuang untuk sukses keluarganya." Semoga!

SONY, kecil itu masa depan

Menyebut nama Akio Morita (1921-1999) orang tak akan banyak yang segera paham siapa dia. Namun jika menyebut nama Sony, siapapun pasti paham. Sony adalah merek terkenal untuk berbagai peralatan elektronik dari Sony Corporation Jepang.
Sekarang, boleh dibilang, hampir tak ada orang yang tak tersentuh produk Sony.TV Sony mungkin tak terbeli karena mahal, namun ia tak bisa menghindari dari lagu-lagu pop produksi Sony Music atau film-film Hollywood produksi Sony Picture yang begitu banyak jumlahnya.
Saat ini nama Sony kembali jadi perbincangan setelah meluncurkan televisi baru dengan format 3D alias tiga dimensi. Televisi ini diluncurkan berbarengan dengan Piala Dunia 2010 yang disiarkan dalam format 3D pula. Dan Sony-lah perusahaan yang pertama meluncurkan produk TV 3D.
Sejarah
Nah, kehebatan Sony tak akan muncul tanpa Akio Morita. Awalnya Akio Morita dan Masaru Ibuka mendirikan pabrik reparasi radio pada tahun 1945. Usahanya terus berkembang hingga bisa memproduksi radio transistor. Lalu berdirilah perusahaan pembuat radio transistor dengan nama Tokyo Tsushin Kogyo (TTK). TTK bahkan sampai bisa mengekspor radio transistor ke berbagai negara.
Akio Morita
Ketika mau mengekspor ke Amerika Serikat (AS), Morita menemukan orang Amerika kesulitan mengucapkan nama perusahaannya. Lalu ia mencari nama yang sederhana dan mudah diucapkan oleh orang Amerika. Maka dipilihlah nama Sony yang sebenarnya gabungan dari "Sonic" atau "Sound" dan "Sonny", panggilan anak laki-laki yang populer di AS saat itu. Sejak itulah nama TTK diganti Sony (produk Sony mulai dijual tahun 1955).
Walkman
Namun perkembangan Sony yang spektakuler terjadi pada tahun 1970-an. Ketika itu Akio Morita punya mimpi membuat alat pemutar musik portable (yang bisa dibawa orang ke mana-mana dengan speaker terpasang di telinga). Dari pemikirannya itu lahirlah apa yang dinamakan Walkman.
Para teknisi Sony pada awalnya kurang antusias terhadap gagasan ini. Bahkan riset pasarnya pun kurang. Meskipun Walkman bisa diproduksi, hasilnya pasarnya tidak memuaskan. Ketika diperkenalkan pada Juli 1979, dari 30.000 Walkman yang diproduksi yang terjual cuma 3.000.
Akio tak mau menyerah. Ia yakin produk ini merupakan produk masa depan yang hebat. Masalahnya tak banyak orang yang tahu sehingga mereka tidak tertarik. Karena itu agar mereka tahu kehebatan Walkman, mereka harus mencobanya.Maka pertama-tama Akio meminta perusahaannya mengundang sejumlah wartawan dan mencoba Walkman. Lalu menyewa sejumlah orang untuk meminta publik mencobanya Walkman di berbagai tempat.Hasilnya, Walkman yang terjual melebihi perkiraan.
Walkman inilah yang mendorong bisnis Sony. Sampai-sampai Walkman dianggap nama generik untuk pemutar lagu portable. Sedangkan Sony berkembang menjadi perusahaan elektronik raksasa sampai sekarang. Hampir tak ada orang yang tak tersentuh Sony karena beragamnya produk yang diproduksinya mulai dari alat rumah tangga hingga perangkat perkantoran.
Selain itu, Walkman juga menjadi inspirasi bahwa peralatan masa depan cenderung kecil. Luar biasa!!

Tokoh Inspiratif Tak Pernah Menyerah

Mempunyai impian besar atau cita-cita yang tinggi adalah bagian yang paling mudah. Karena bagian yang tersulit adalah, harus terus berjuang dari hari ke-hari sambil terus menjaga agar impian tersebut tetap hidup.
Jadi, apakah Anda pernah memiliki sebuah impian besar-tetapi karena sesuatu dan lain hal-sekarang impian itu Anda tinggalkan? Atau, apakah pada saat ini Anda bahkan sudah sangat ingin sekali menyerah? Nah, sebelum Anda membuat keputusan yang akan membuat diri Anda menyesal seumur hidup - tundalah beberapa menit keputusan itu - untuk menyimak kisah beberapa pribadi yang kokoh, pantang menyerah, bermental baja, dan terus berusaha bangkit untuk "berkelahi," sampai menang atau meraih impian yang didambakan. Kami menyebutnya, fakta dan kisah besar yang sangat inspiratif, yang menyiratkan pesan sangat kuat: Never, never, never give up! Jangan pernah menyerah, percayalah pada diri sendiri!
Semoga kisah-kisah di bawha ini dapat memberikan dorongan semangat, ketika impian Anda tampak di luar jangkauan.
1. Auguste Rodin (1840 - 1917) - Sang Pembuat "The Thinker"
Ia adalah pembuat patung "The Thinker" yang terkenal itu. Namun di masa sekolahnya, ia dianggap tak berprestasi. Ayahnya sendiri menganggapnya sebagai anak idiot. Pamannya menyebutkan "orang yang sulit dididik".Ia bahkan tiga kali gagal lulus dari sekolah seni!
Namun Rodin tak pernah menyerah untuk terus belajar membuat patung. Kini ia dikenal sebagai salah seorang pematung ternama di dunia.
2. Albert Einstein (1879 -1955) - Dianggap Lemah dan Konyol
Sampai usianya empat tahun, Einstein tak bisa bicara. Hingga usia 7 tahun ia tak bisa membaca. Gurunya menggambarkan Einstein kecil sebagai anak yang memiliki mental rendah, antisosial, dan terobesi dengan mimpi-mimpi konyolnya.
Ketika dewasa, Einstein ditolak masuk Zurich Polytechnic School. Bahkan ketika ia masuk The University of Ber, disertasi Ph.D-nya tak diterima karena dianggap tak relevan. Namun dari mimpi-mimpi yang oleh kebanyakan orang tak masuk akal itulah Einstein menciptakan sejumlah penemuan yang menjadi dasar ilmu pengetahuan.
3.Michael Jordan (47 tahun) - Sukses Berkat Kegagalan
Legenda hidup NBA ini dikenal dengan akurasi lemparan dan gaya slam dunk-nya yang seolah berjalan di udara. Namun sebelum mencapai kepiawaiannya itu, Michael Jordan pernah mengalami kegagalan demi kegagalan. Namun ia tak pernah menyerah untuk mencoba memperbaiki dan memperbaikinya lagi. Bahkan dalam pertandingan resmi pun, ribuan kali lemparannya tak menghasilkan angka.
"Selama karir saya, lebih dari 9000 kali lemparan saya tak membuahkan angka. Saya kalah dalam 300 pertandingan dan 26 kali saya dipercaya melakukan winning shot, tetapi gagal. Saya sering mengalami kegagalan dan gagal lagi dan gagal lagi dalam hidup saya. Tapi itulah yang membuat saya sukses...."


4. Nick Vujicic (27 tahun) - Tak Punya Tangan dan Kaki tapi Serba Bisa
Belajarlah pada Nick Vujicic soal semangat tak pantang menyerah. Ia tak dikaruniai anggota tubuh yang lengkap. Tangan tak punya, kaki hanya terdiri dari beberapa jari. Tapi ia tak mau bergantung pada orang lain. Ia bisa memasak, bisa menggambar dan melukis, menulis, bahkan berenenang.
Kini, Nick Vujicic dikenal sebagai pembicara / motivator ulung. 
5. George Lucas (66 tahun) - Star Wars Ditolak Terus
Kadang-kadang sesuatu yang akan meledak di pasaran dianggap sebagai hal yang tak bakalan laku. Bahkan penilaian itu diberikan oleh pelaku industri itu sendiri. Lihat saja film Star Wars.
Ketika George Lucas menawarkan film tentang perang antar galaksi ini ke Hollywood, tak satu pun mau menerimanya sampai akhirnya 20th-Century Fox mau memproduksinya. Untung George tak mau menyerah. Kini kita tahu bahwa Star Wars merupakan salah satu film terlaris sepanjang masa. (Catatan: Star Wars Episode I - The Phantom Menace [1999] berhasil mengeruk pendapatan 926 juta dolar AS atau Rp 8,65 triliun).
6.Henry Ford (1863-1947) - Kegagalan adalah Kesempatan untuk Memulai Lagi!
Alih-alih menggarap ladang keluarga, Henry Ford malah lebih suka memperbaiki jam tangan para tetangga! Itu karena ia memiliki minat ke bidang teknik yang tinggi. Karena minatnya itu, ia terobsesi membuat "kereta tanpa kuda".
Obsesi itu terwujud ketika Henry Ford berhasil membuatkendaraan roda empat bernama Ford Quadricycle pada tahun 1896 yang digerakkan dengan mesin kecil. Saat itu ia bekerja sebagai insinyur kepala di perusahaan milik Thomas A Edison: Edison Illuminating Company.
Keberhasilan membuat mobil itu menarik minat beberapa pengusaha untuk bekerja sama mendirikan perusahaan pembuat mobil. Perusahaan pertamanya gagal. Perusahaan keduanya juga gagal. Singkat kata, perusahaannya tak pernah sukses menghasilkan satu mobil pun sehingga para investornya marah dan "mengusir" Henry Ford dari perkongsian. Namun ia tetap yakin, bahwa suatu ketika akan bisa menghasilkan mobil yang bagus dan laku.
Henry Ford, New York (1921)
Setidaknya lima kali ia mengalami kegagalan berbisnis sebelum mendirikan Ford Motor Company yang ternama dan legendaris.
Menyikapi kegagalannya itu Henry Ford berujar, "Kegagalan adalah kesempatan untuk memulai lagi, dengan lebih pintar."
Teman-teman, Henry Ford tak pernah menyerah dalam usahanya membangun perusahaan dan membuat mobil. Sekarang semua orang tahu Henry Ford adalah salah satu tokoh otomotif dunia yang berpengaruh.
7.Colonel Sanders (1890 - 1980) -Lebih dari 1000 Kali Ditolak
Tokoh yang satu ini tak hanya dikenal karena brand "Kentucky Fried Chicken"-nya yang mendunia. Ia juga dikenal sebagai sosok yang memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi. Lahir sebagai anak pertama dari lima bersaudara dan ditinggal ayahnya ketika usianya belasan, Harland Sanders jadi "kepala keluarga" dengan membantu ibunya, termasuk memasak. Salah satu keterampilan memasaknya adalah membuat ayam goreng dengan resep menggunakan sebelas rempah-rempah.
Ketika dewasa, Sanders berganti-ganti pekerjaan mulai dari kerja di kebun, instruktur trem, pemadam kebakaran, dan berbisnis pom bensin. Pada saat menjalankan pom bensin ini ia sering memasak ayam goreng yang ternyata disukai para pelanggan pom bensinnya. Lama-lama ia mendirikan restoran di seberang jalan. Keterampilannya memasak itu dikenal banyak kalangan sampai-sampai Gubernur Kentucky, Ruby Laffoon, menjulukinya sebagai Colonel Sanders.
Sayangnya, restorannya harus ditutup ketika tempatnya tergusur proyek jalan tol. Akhirnya ia memilih menjadi pekerja sosial sampai pensiun.
Ketika pertama kali pensiun ia berpikir, tak sebaiknya ongkang-ongkang kaki menikmati pensiunnya. Karena itu ia mencoba menjual resepnya. Ia menawarkannya ke sejumlah restoran dari satu kota ke kota lain. Tak satu pun mau menerimanya! Namun ia tak menyerah meski lebih dari 1000 restoran menolaknya. Akhirnya sebuah restoran mau menerimanya.
Tujuh tahun kemudian-pada usia 75 tahun-Kolonel Sanders menjual perusahaan ayam gorengnya seharga 15 juta dolar AS!
8.Walt Disney (1901 -1966) - "Karya Saya Bukan Seni"
Di tengah sukses karya-karya animasinya yang dikagumi dunia saat ini, Walt Disney pernah mengalami sejumlah kegagalan demi kegagalan yang tak bisa dianggap enteng. Ia pernah dipecat dari surat kabar sebagai ilustrator karena dianggap daya imajinasinya kurang. Padahal dari karya-karya gambar itulah ia menggantungkan hidupnya. Bahkan ia pernah sulit menemukan pekerjaan sebagai ilustrator kalau tidak dibantu saudaranya menjadi ilustrator iklan di sebuah bank.
Kegagalan demi kegagalan pun dialaminya ketika mulai berbisnis sendiri. Namun ia yakin suatu ketika bisnisnya akan hidup karena ia punya visi yang besar.
"Saya tak pernah menyebut karya saya sebagai seni. Karya saya itu merupakan bagian dari show business, bisnis yang membangun hiburan," katanya.
Dan sekarang kita tahu, karena sifatnya yang tak pernah menyerah itu, Walt Disney bisa menjadi legenda hiburan dunia. 
9. Elvis Presley (1935-1977) - Bertahan dengan Rock and Roll
Pada saat memulai kariernya Elvis Presley ikut manggung di The Grand Ole Opry, pentas mingguan musik di Nashville, Tennessee, AS. Namun penampilannya dianggap tak menarik. Manajer Grand Ole malah menghardiknya dengan kata-kata kasar, "Kamu tak akan ke mana-mana (tak akan pernah berkembang sebagai penyanyi-Red). Lebih baik kembali jadi sopir truk!"
Penolakan juga datang dari kelompok yang menganggap gayanya manggung terlalu vulgar. Namun Elvis jalan terus sampai akhirnya ia menjadi legenda musik rock and roll.
10. The Beatles (1960-1970) - Tiap Hari Manggung untuk Berlatih
Grup legendaris asal Liverpool, Inggris ini pernah ditolak Decca Recording Company. Perusahaan itu menyebut The Beatles tak menarik hanya karena terdiri dari gitar dan drum!
Namun grup ini tak menyerah. Mereka terus manggung sambil melatih kekompakannya. Tiada hari tanpa manggung di klub-klub, sampai akhirnya mereka terkenal!
11. Jack Canfield (65 tahun) dan Mark Victor Hansen (62 tahun) - Chicken Soup for the Soul
Dua motivator ini bekerja sama membuat sebuah buku yang memuat cerita-cerita pendek motivasi. Suatu ketika Jack ingat neneknya pernah bilang bahwa sup ayam (chicken soup) itu bisa menyembuhkan apapun. Tiba-tiba saja ia punya ide (dan disetujui Mark), bagaimana jika buku itu juga seperti sup ayam. Bedanya sup ini untuk penyembuhan jiwa (soul). Maka jadilah buku "Chicken Soup for the Soul".
Jack Canfield (kiri) dan Mark Victor Hansen
Sayangnya, ketika diajukan ke penerbit, tak satu pun yang bersedia menerbitkannya. Jack dan Mark tak mau mengalah! Mereka mencari penerbit lain meski terus ditolak. Sampai-sampai jumlah penerbit yang menolaknya mencapai 130-an penerbit. Untunglah penerbit Health Communications Inc mau menerbitkannya.
Sekarang, Chicken Soup for The Soul merupakan salah satu buku serial terlaris di dunia dengan penjualan mencapai 120 juta kopi. Total penjualannya (bukudan merchandise) mencapai 1,3 miliar dolar ASatau hampir Rp 13 triliun!
12. JK Rowling (44 tahun) - Novelnya Terjual Ratusan Juta Kopi
Mungkin agar naskah novel bisa jadi buku best seller, harus ditolak dulu oleh belasan penerbit. Ada banyak yang mengalami ini, termasuk JK Rowling sang penulis serial Harry Potter. Karyanya dianggap terlalu mengkhayal dan membumi. Itulah yang membuat delapan penerbit yang ia lamar menolaknya. Namun Rowling terus saja menulis dan berusaha mencari penerbit. Sampai akhirnya sebuah penerbit bersedia menerbitkannya.
Sekarang novel Harry Potter termasuk legenda. Enam seri pertamanya saja terjual 325 juta kopi!
13. Lionel Messi(23 tahun) - Terlalu Rapuh Saat Kecil
Bakat sepak bolanya luar biasa! Namun bakat itu terancam ketika orang tuanya menemukan kalau Messi memiliki penyakit yang membuat tulang dan ototnya lemah sehingga tumbuhnya pendek. Untuk mengobatinya harus dilakukan terapi yang mahal di mana keluarganya tidak mampu. Namun Messi tetap saja bermain bola karena ia menyukainya.
Suatu ketika pencari bakat klub sepak bola asal Spanyol (Barcelona FC) menemukannya dan mengontraknya sebagai pemain remaja, untuk sekaligus mendapat pengobatan dan terapi meninggikan badan. Akhirnya jadilah ia pemain Barca. Kini hampir semua orang tahu siapa Lionel Messi!! Dia adalah pemain sepak bola terbaik dunia pilihan FIFA 2009.

__________